1. Drama
dan Fiksionalitas ; Unsur Sastra Dalam Drama
Sebagai genre
sastra, secara umum dapat dikatakan drama mendekati atau bahkan dapat
diidentifikasikan dengan fiksi, perbedaan drama dengan fiksi adalah pada drama
peristiwa – peristiwa tersebut disampaikan melalui dialog –dialog, sedangkan
pada fiksi peristiwa dapat diasampaikan melalui dialog atau juga melalui
pemaparan dan pembeberan.
Suatu permasalahan didalam teks –teks fiksionalis akan
berhubungan dengan suatu permasalahan dalam alam semesta atau realitas
objektif. imajinasi pengarang telah menjadikannya berubah dan berkembang.
Bahkan bisa melampaui pengembangan yang sama dalam realitas objektif, sering
juga dijadikan sebagai tolak ukur bobot sebuah karya fiksionalitas, semakin
jauh permasalahan
didalam teks-teks fiksionalitas bekembang, semaikn utuh dan berbobot karya fiksionalitas itu dan semakin kokoh pulalah integritas pengarang sebagai sastrawan.
didalam teks-teks fiksionalitas bekembang, semaikn utuh dan berbobot karya fiksionalitas itu dan semakin kokoh pulalah integritas pengarang sebagai sastrawan.
Berdasarkan pengamatan terhadap karya – karya
fiksionalitas, dapat disimpulkan bahwa
teks-teks fiksionalitas yang mengemban sedikit imajinasi pengarang, maka akan
mudah diidentikkan kesamaannya dengan realitas objektif tesebut, Bahkan adapula
pembaca yang berpendapat bahwa karya
macam itu bukanlah karya rekaan melainkan peristiwa yang sebenarnya, misal
beberapa drama karya Asrul Sani , Wisran Hadi, Nano Riantarno. Hal –hal yang
mereka ungkapkan terasa bisa dihubungkan langsung dengan kenyataan yang ada ,
sehingga pembaca atau penonton sulit membedakan apakah yang mereka baca atau
mereka tonton tersebut adalah sebuah fikisonalitas atau kenyataan sebenarnya.
Menurut Luxemburg dan kawan – kawan ( 1984 : 1590 ) teori
drama dan naratologi saling bersentuhan menurut aspek –aspek berikut yaitu :
- Dalam
analisis mengenai berita yang disampaikan oleh seorang utusan, misalnya
dia menjelma sebagai seorang juru cerita. Seketika didalam sebuah drama
diceritakan sesuatu ( dan ini selalu terjadi ) maka dapat dipergunakan
kategori –kategori naratologi.
- Menganalisis
alurnya menyangkut ceritanya, terutama penelitian tentang alur terjadi
pada kerangka naratologi.
- Cara
penampilan cerita pada fiksi dan drama dapat dibanding-bandingkan. Pementasan
yang secara khusus melekat pada drama, diatasi dengan berbagai cara.
- Teori
drama pneting bagi naratologi terutama dalam menganalisis dialog-dialog
dalam teks-teks cerita.
Karena
perbedaan penekanan antara genre drama dan genre fiksi, maka penekanan unsur
penaganalisaan drama dan karya fiksi menjadi berbeda. Pada drama ada tiga aspek
yang penting untuk tidak ditinggalkan jika membicarakan dan menganalisis drama,
yaitu situasi bahasa dialog, penyajian dan alurnya, sedangkan pada fiksi unsur
yang dapat dijadikan penelaahan adalah penokohan, latar serta alur.
2. Drama
Dan Struktur Yang Membentuknya
Membicarakan struktur, pada akhirnya tidak
hanya mengupas unsur –unsur atau bagian – bagian, tetapi juga totalitas sebagai
suatu kesatuan yang utuh dari sebuah karya sastra. Namun untuk membicarakan unsur
–unsur dari sebuah karya sastra dalam hal ini drama terasa tidak lengkap jika
tidak menyinggung- nyinggung pengarang sebagai unsur utama pencipta, maka tidak
boleh tidak, unsur – unsur tersebut saling berkatan dan berhubungan. Oleh sebab
itu, pada bagian ini, disamping unsur – unsur yang membentuk drama sehingga
membangun suatu totalitas utuh sebuah
karya drama, juga akan dilihat sisi diluar karya yang tidak mungkin
ditinggalkan begitu saja dalam kaitan untuk memahami struktur drama.
Klarifikasi unsur drama dapat dibagi menjadi
dua unsur besar. Pertama adalah sapek yang membentnuk karya dari luar karya,
lebih tepatnya aspek –aspek yang mempengaruhi proses penciptaan sebuah karya ( Eksintrik ). Kedua, aspek yang membentuk karya dari
karya itu sendiri ( Intrinsik ).
Klarifikasi unsur drama sebagai karya sastra ini pada hakikatnya juga berlaku bagi teks – teks yang
lain termasuk teks-teks naratif dan juga pada fiksi
2.1 Pengarang Dan Semesta Sebagai Sumber Penciptaan
Karya sastra dalam hal ini drama memang tidak
menyalin kenyataan, karena proses kreatifitas pengarang dan unsur imajinasi
yang memprosesnya. Namun begitu tetap saja karya sastra ( drama ) merupakan
permasalahan yang mengisyaratkan realitas objektif. Robert Scholes, seperti
yang pernah dikutip Umar Junus ( 1983 :
4 ) mengatakan bahwa orang tidak mungkin melihat suatu realitas tanpa
interpretasi pribadi yang mungkin berhubungan dengan imajinasi. Dan orang tidak
mungkin berimajinasi tanpa pengetahuan suatu realitas. Karena itu imajinasi
selalu terikat pada realitas, sedangkan realitas tidak mungkin lepas dari
imajinasi. Jauh sebelumnya, Plato dan Aristoteles meskipun ada perbedaan
pendapat diantara keduanya, namun ada kesepakatan bahwa ada hubungan antara
karya sastra dan dunia kenyataan atau dunia realitas objektif. Antara keduanya,
realitas dan imajinasi , meskipun harus dipahami secara tersendiri, tetapi
tetap tidak mungkin keduanya lepas kaitan sama sekali.
2.2
Unsur Instrinsik Drama
Jika
dibandingkan dengan fiksi, maka unsur
instrinsik drama dapat dikatakan “ kurang sempurna “. Didalam drama
tidak ditemukan adanya unsur pencerita, sebagaimana terdapat didalam fiksi.
Alur didalam drama lebih dapat ditelusuri melalui motif yang merupakan alasan
untuk munculnya suatu peristiwa. Motif didalam drama menjadi penting, karena
aspek ini sudah menjadi perhatian pengarang sewaktu karya drama ditulis.
Meskipun dalam menulis pengarang dapat mempergunakan kebebasan daya ciptanya
yang dimilikinya, ia harus tetap memikirkan kemungkinan dapat terjadinya laku (
action ) di pentas. Faktor laku merupakan wujud lakon , dan motiflah yang
merupakan landasannya. Aspek inilah yang menyebabkab mengapa drama mempunyai sedikit “ keterbatasan “ dibandingkan fiksi.
Didalam
fiksi , unsur pemaparan dan pembeberan merupakan sarana ampuh pengarang dalam
mengembangkan daya imajinasinya dalam membentuk satuan – satuan peristiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar