31 Jan 2010

WACANA PENDIDIKAN


A.     KONTEKS WACANA
Konteks wacana merupakan ciri-ciri alam diluar bahasa konteks  nonlinguistik  yan menumbuhkan makna ujaran atau wacana. Kleden ( 2004:365) menjelaskan bahwa konteks adalah ruang dan waktu yang spesifik yang dihadapi seseorang atau kelompok orang. Setiap
kreasi budaya selalu lahir dalam konteks tertentu dank arena itu pemahaman terhadapnya memerlukan tinjauan yang bersifat kontekstual. Namun demikian konteks buka merupakan suatu pengertian yang statis. Setiap konteks selalu dapat didekontekstualisasikan dan di rekontekstualisasikan oleh setiap kelompok pada masanya.  Konteks menjadi penting kalau dihayati secara tekstual sehingga menjadi terbuka untuk pembacaan dan penafsiran oleh siapa saja.
            Menurut Valdman (1966, dalam Corder, 1973 : 305 ) dalam bukunya trend In language Teaching, secara total konteks bersifat implisit dan eksplisit. Konteks implisit meliputi situasi, fisik, dan sosial. Sedangkan konteks ekplisit meliputi konteks linguistik dan ekstralinguistik.
            Haliday (1978 ) memandang bahasa sebagai alat dalam proses komunikasi atau sistem semiotik . Dalam komunikasi bahasa terlibat adanya konteks, teks, dan sistem bahasa. Teks sebagai sesuatu yang memiliki register. Register  teks dipengaruhi oleh konteks. Ada dua macam konteks, yakni konteks budaya (context of culture) dan konteks situasi (context of situation). Konteks  budaya melahirkan berbagai teks (genre) yang digunakan oleh masyarakat untuk berbagai tujuan komunikasi. Konteks situasi merupakan konteks yang mempengaruhi berbagai pilihan penutur bahasa, antara lain:pokok bahan(field), hubungan menyapa dan pesapa (tenor), serta saluran komunikasi yang digunakan (mode).
            Wacana atau teks berfungsi ideasional , yakni fungsi bahasa untuk mengungkapkan sesuatu sebagaimana direpresentasikan penuturnya. Reprentasi dan penyusunan hasil reprentasi tidaklah berlangsung secara mekanistik, tetapi melalui proses tertentu. Proses tersebut berlangsung melalui  aktivitas berpikir pemakai bahasanya sesuai dengan pengalaman, pengetahuan, maupun karakteristik kehidupan dunia simboliknya secara internal. Pada sisi lain proses tersebut juga ditentukan oleh metakoknisi, dsys persepsi, dan kreativitas pemakai bahasa. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika fowler(1986:168) beranggapan bahwa”the whole process of production and reception is historical, defamiliarization must be transient, regularly requiring secondary applicationof critical consciousness of linguistic critic”
            Konteks wacana yang mendukung pemaknaan ujaran, tuturan, atau wacana adalah situasi kewacanaan.Situasi kewacanaan berkaitan erat dengan tindak tutur.Sejalan dengan pandangan Dell Himes (1972) yang menyebut komponen tutur dengan singkatan SPEAKING, dalam bahasa Indonesia pun komponen tutur yang merupakan konteks kewacanaan dapat disingkat dengan WICARA yang fonem awalnya mengacu kepada:
            W        (aktu, tempat, dan suasana);
            I           (nstrumen yang digunakan);
            C         (ara dan etika tutur);
            A         (lur ujaran dan pelibat tutur);
            R          (asa, nada, dan ragam bahasa);
            A         (manat dan tujuan tutur).
Waktu, Tempat, dan Suasana
            Waktu berlangsungnya komunikasi adalah siang, malam, sore dsb. Masing-masing waktu tersebut  tentu tidak sama.
            Suasana penggunaan ujaran akan menentukan jenis bahasanya. Bahasa dalam suasana resmi (formal ) akan berbeda dengan bahasa dalam suasana tidak resmi ( informal ).
            Tempat berlangsungnya ujaran bias di rumah, di jalan, di kantor, di pasar dsb. Ekspresi bahasa sangat dipengaruhi tempat, waktu, dan suasana pemakainya, dimana, kapan, dan bagaimana cara menggunakannya.
Instrumen yang Digunakan
            Bahasa yang digunakan dalam komunikasi dapat berupa medium lisan maupun medium tulisan. Meskipun begitu, untuk mengekspresikan isi  hati digunakan pula sarana komunikasi non verbal ( isyarat, kinesik). Pemakaian alat bantu dalam berbahasa bergantung pula pada tempat, waktu , dan suasananya. Alat bantu komunikasi bahasa antara lain radio, TV, pengeras suara, OHV, Koran majalah dll.
Cara dan Etika Tutur
Cara dan Etika Tutur ( norm ) ini mengacu pada perilaku peserta tutur. Misalnya, diskusi yang cenderung dua arah, setiap peserta memberikan tanggapan, berbeda dengan saat ceramah yang cenderung satu arah, ada norma diskusi dan norma ceramah, berbeda pula dengan khotbah.
Alur Ujaran dan Pelibat Tutur
a.     Alur  Ujaran ( Tutur )
Alur ujaran merupakan wujud bahasa yang digunakan sewaktu berkomunikasi berkaitan dengan struktur bahasa seperti : bunyi, urutan dan konstruksi.
1.      Struktur lahir ( Surface Structure ) yang berupa representasi fonetis , berbentuk satuan bahasa (fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan (wacana) berada dalam wilayah mulut sebagai perilaku ujaran.
2.      Struktur batin ( deep structure ) yang berupa kaidah fonologis, gramatikal dan semantis, berada dalam wilayah otak dan pikiran berupa kemampuan ( language competence ) bersifat homogen  dan relatif tetap.
b.  Pelibat Tutur
Pelibat tutur menyangkut penyapa ( pembicara /penulis ) dan pesapa ( penyimak/pembaca ). Berlangsungnya komunikasi bahasa antara penyapa dan pesapa berpusat pada objek yang dibicarakan. Objek yang dibicarakan dapat berupa orang, benda, tumbuhan, binatang, keadaan atau peristiwa.
Rasa, Nada dan Ragam Bahasa
           Rasa ( feeling ) merupakan sikap penyapa terhadap topik atau tema yang sedang dibicarakan. Rasa sangat bergantung kepada pribadi penyapanya, karena itu rasa bersifat subjektif.
Nada ( tone ) merupakan sikap penyapa terhadap pesapanya.
Ragam bahasa atau variasi bahasa ( language variety ) mengacu ke bentuk dan jenis wacana serta gaya bahasa yang digunakan sewaktu komunikasi berlangsung. Ragam bahasa menyangkut kebakuan, tujuan, sifat, dan medium bahasa.
           Amanat tutur merupakan maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh penyapa. Amanat juga adalah pesan penyapa yang sudah pesapa terima. Tujuan pembicaraan bias bersifat informatif, interogatif, imperatif dan vokatif. Amanat ujaran dapat diterima langsung oleh pesapa, dapat pula sebaliknya.
B.   KEUTUHAN WACANA
A, Struktur Wacana
        Struktur adalah konteks dalam ruang. Dilihat secara khusus, struktur akan membatasi ruang gerak kebebasan dan daya cipta. Kalau struktur adalah konteks dalam ruang, sejarah adalah konteks dalam waktu ( Kleden, 2004;364 ). Sturuktur wacana merupakan satuan gramatikal yang terbentuk dari dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan isi. Kajian sturktur wacana mencakup empat hal :
a.  Kohesi dan Koherensi
Kohesi adalah kepaduan makna, kohesi mengacu pada hubungan antar kalimat dalam wacana, baik dalam tataran gramatikal maupun dalam tataran leksikal (Gutwinsky, 1976 : 26 ). Agar wacana itu kohesif pemakai bahasa dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang kaidah bahasa, realitas, penalaran ( simpulan sintaksis ).
Koherensi adalah kekompakan bentuk, kekompakan hubungan antar kalimat dalam wacana.  Koherensi merupakan unsur isi dalam wacana. Labov ( 1965 ) menjelaskan bahwa kekoherenan wacana ditentukan pula oleh reaksi tindak ujaran yang terdapat dalam ujaran kedua terhadap ujaran sebelumnya.
b.  Unsur Gramatikal
1.      Referensi
Merupakan hubungan antara kata dengan acuannya. Kata-kata yang berfungsi sebagai pengacu disebut deiksis sedangkan unsur-unsur yang diacunya disebut anteseden. Referensi dapat bersifat eksoforis ( situasional ) apabila mengacu ke anteseden yang ada di luar wacana, dan bersifat endoforis ( tesktual ).
2.      Subtitusi
Subtitusi mengacu kepada penggantian kata-kata dengan kata lain. Subtitusi mirip dengan referensi, perbedaannya referensi merupakan hubungan makna sedangkan subtitusi merupakan hubungan leksikal atau gramatikal.

3.      Elipsis
Elipsis merupakan penghilangan satu bagian dari unsur kalimat. Elipsis sama dengan subtitusi, namun elipsis ini di subtitusikan oleh sesuatu yang kososng. Elipsis biasanya dilakukan dengan menghilangkan unsur-unsur  wacana yang telah disebutkan sebelumnya.
4.      Paralelisme
Paralelisme merupakan pemakaian unsur-unsur gramatikal yang sederajat. Hubungan antara unsur-unsur itu diurutkan langsung tanpa konjungsi.
5.      Konjungsi
Konjungsi merupakan kata-kata yang digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur sintaksis (frasa, klausa, kalimat ). Berdasarkna perilakunya konjungsi dapat dibedakan sebagai berikut :
a.     Konjungsi kordinatif yang menghubungkan unsur-unsur sintaksis yang sederajat seperti dan, atau,tetapi.
b.     Konjungsi subkordinatif yang menghubungkan unsur-unsur sintaksis yang tidak sederajat seperti waktu, meskipun, jika.
c.     Konjungsi korelatif yang posisinya terbelah, ada diawal, tengah maupun badiakhir kalimat, contoh baik,maupun, meskipun, tapi.
d.     Konjungsi antarkalimat yang menghubungkan kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf. Konjungsi ini selalu ada didepan kalimat, contoh karena itu, sebab itu, sebaliknya, kesimpulannya, jadi……,
6.      Unsur Semantis
Hubungan semantis antarbagian wacana
Unsur semantis  antarbagian wacana akan tampak dalam hubungan  proposisi-proposisi (klausa atau kalimat ). Hubungan semantis antarbagian wacana adalah.
a.     Hubungan sebab-akibat yang menunjukkan sebab akibat berlangsungnya suatu peristiwa.
b.     Hubungan sarana-hasil menunjukkan tercapainya suatu hasil dan bagaimana cara menghasilkannya.
c.     Hubungan sarana-tujuan menunjukkan berlangsungnya suatu peristiwa untuk mencapai suatu tujuan meskipun tujuan itu belum tentu tercapai.
d.     Hubungan latar-kesimpulan menunjukkan salah satu bagiannya merupakan bukti sebagian dasar kesimpulan.
e.     Hubungan kelonggaran-hasil menunjukkan salah satu bagiannya menyatakan suatu usaha.
f.        Hubungan syarat-hasil menunjukkan salah satu bagiannya menyatakan sesuatu yang harus dilakukan atau keadaan yang harus ditimbulkan untuk memperoleh hasil.
g.     Hubungan perbandingan menunjukkan perbandingan suatu hal atau peristiwa dengan hal atau peristiwa lainnya.
h.      Hubungan parafrastis menunjukkan salah satu bagian wacana yang mengungkapkan isi bagian lain dengan cara lain.
i.         Hubungan aditif menunjukkan gabungan waktu, baik yang simultan maupaun yang berurutan.
j.         Hubungan identifikasi antara bagian-bagian wacana yang dapat dikenal bahasawan berdasarkan pengetahuannya.
k.      Hubungan generik-spesifik menunjukkan hubungan antara bagian-bagian wacana dari umum ke khusus.
l.         Hubungan perumpamaan menunjukkan bahwa bagian wacana merupakan ibarat bagian wacana lainnya.  
7.      Kesatuan Latar Belakang Semantis
Keutuhan wacana dapat berupa kesatuan latar belakang semantis ,seperti:kesatuan topik,hubungan social para partisipan ,dan jenis medium penyampaian.
a.     Kesatuan topik
Kesatuan topic merupakan gabungan berbagai topik menjadi topik utuh. Penafsiran kesatuan topik  utuh,dapat di lihat dengan menggabungkan berbagai topik.
b.     Hubungan sosial antarpartisipan
Hubungan sosial antarpartisipan dapat melahirkan makna ujaran. Ujaran yang diungkapan oleh pembicara dengan jawaban kawan bicara secara sekilas tampak tidak berhubungan.
c.     Jenis Medium Pembicaraan
Apabila kita mendengarkan laporan pandangan mata pertandingan sepak bola melalui radio,kita mungkin akan mendengar kalimat-kalimat yang lepas-lepas,dan tidak mempunyai cirri penghubung apapun akan tetapi kita dapat memahami sepenuh nya.
8.      Unsur kohesi leksikal
Unsure leksikal yang jadi pendukung keutuhan wacana antara lain:
a.     Reiterasi
Reiterai atau pengulangan kembali unsure-unsur leksikal termasuk keutuhan wacana reiterasi dapat di lakukan dengan cara:
1.      Repetisi
Adalah pengulangan leksem yang sama dalam sebuah wacana.repetisi di gunakan untuk menegaskan maksut pembicara
b.     Sinonimi
Adalah kata-kata yang mempunyai makna sama dengan bentuk yang berbeda.hubungan kata-kata yang bersinonim itu di sebut sinonimi.
c.     Hipernimi
Hipernim atau superordinat adalah nama yang membawahi nama-nama atau ungkapan lain.kata-kata atau nama yang di bawahi di sebut hipernim.
d.     Ekuivalensi
Ekuivalensi adalah penggunaan kata-kata yang memiliki kemiripan makna atau maknanya berdekatan.
9.      Kolokasi
Kolokasi atau sanding kata adalah pemakaian kata-kata yang berada di lingkungan yang sama.
10.  Antonimi
Antonim adalah kata-kata yang mempunyai arti berlawanan.
Antonym dapat bersifat eksklusif jika mengemukakan kalimat dengan cara mempertentangkan kata-kata tertentu,juga dapat bersifat inklusif jika kata-kata yang di pertentangkan itu tercakup oleh kata lain.hubungan kata-kata yang berantonim di sebut antonimi.


















Data Buku

Nama Buku                     : Makna Dalam Wacana  (Prinsip-prinsip Semantik dan       Pragmatik )
Nama Pengarang          : Yayat Sudaryat
Penerbit                           : CV. YRAMA MEDIA
Cetakan ke                     :  1
Tahun terbit                     : Maret 2009
Ukuran Buku                   : 176 + viii hal; 14,5 x 20,5 cm
ISBN                                  : 978-979-543-527-3


  




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh Laporan Observasi Toko

LAPORAN OBSERVASI TOKO ALFAMART PETALING JAYA, SUNGAI GELAM, MUARO JAMBI ...